gambar Al Alamah Habib Zein Bin Sumaith dan Habib Seggaf Baharun
Selama di Madinah, ia merasakan kesan yang mendalam. Apalagi di
tempat Rasulullah SAW pernah hidup dan dimakamkan. Ayahandanya pernah berpesan
sebelum berangkat ke Madinah, “”Kamu lakukan dua hal, pertama berbaktilah
dengan guru kamu. Dalam bakti pada ulama selama satu jam itu lebih baik dari
belajar selama satu tahun. Yang kedua, kamu bersihkan hati. Karena hati yang
sudah bersih hatinya, maka orang itu sudah siap menerima ilmu pelajaran,” kata
Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
“Itu luarbiasa dan terkesan betul. Kita bisa mengamalkan sunnah di
tempat sumbernya sunnah. Kita merasa benar-benar teristimewakan dengan ada di
tempat itu. Ada suasana ruhani yang berbeda, dengan di tempat lain, sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah SAW, ’Keberkahan kota Madinah itu lebih bila
dibandingkan dengan kota Mekkah dan kota-kota yang lainnya’,” katanya.
Kalau di Madinah, ia memperdalam ilmu fiqh (ibadah, syariah dan
muamalat), ilmu alat (nahwu, shorof, balaghah) dan tasawuf. Ia berguru dengan
Habib Zein bin Smith dan habaib lainnya seperti Habib Salim Asy-Syatiri, Habib
Muhammad Al-Hamid, Habib Abdullah Ba’bud, Habib Abdullah Al-Masyhur, Syeikh
Muhammad Fal As-Sinkiti dan lain-lain
Mengenai sosok Habib Zein bin Smith, ia sangat terkesan. ”Kita belajar
di Ribath tak pernah keluar. Beliau adalah seorang alim yang sejati. Orang yang
mengamalkan dengan ilmunya. Habib Zein, semua waktunya dipenuhi dengan amal
ibadah. Kalau tidak mengajar, beliau berdzikir. Saya lihat, kalau di mobil
beliau berdzikir, sambil menunggu orang, sambil berjalan, waktu luangnya banyak
diisi dengan banyak berdzikir.”
Habib Zein seorang
pendidik yang dzahir dan bathin. Dan muthalaah ilmu dari kitab justru banyak
diperoleh lewat mimpi. “Kadang beliau menyuruh untuk membaca kitab-kitab
tertentu dalam mimpi.”
Yang mengesankan dari Habib Zein adalah beliau tidak mau tunduk
dengan orang-orang kaya dan pejabat. Ilmu adalah di atas segalanya. “Sekarang
kita lihat ulama, dikejar-kejar oleh dunia, tapi dia tidak mau, maka makin
dikejar-kejar oleh dunia. tapi mereka-mereka yang berangkat dari pagi kerja
sampai malam tapi belum selesai. Tapi berkat agama Allah, kalau kalian bantu
agama ini, pasti Allah akan bantu kalian. Di sini kita mulya, apalagi di
akhirat nanti.”
Ada satu kenangan yang
tak terlupakan, karena putra–putra dari Habib Hasan Baharun telah dianggap anak
oleh Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani. Jadi kalau dirinya ke Mekkah
ia menginap di kediaman Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani dan
sekaligus bertabarukan. “Kadang bisa sebulan. Kalau Abuya datang ke Madinah, ia
dipanggil disuruh hadir di majelisnya bahkan sampai kebutuhan kita pun
diperhatikan.”
Sepulangnya dari
Madinah, ia banyak mengurusi pondok putri dan membatu pondok putra. Di pondok
putra ia mengajar masalah fiqh, faraid, fikrunnisa, dan lain-lain. “Kita ini
ulama yang mengurusi banyak umat, banyak kita saksikan yang masuk partai.
Kasihan umat,“katanya dengan nada penuh prihatin.
Habib Zein juga pernah
berpesan kepadanya ketika akan pulang ke Indonesia, “Ya Segaf, jangan pernah
engkau berhenti belajar. Belajarlah dengan tetap dengan guru-guru kamu dahulu.
Kamu belajar lagi kepada mereka.”
Akhirnya beliau
sepulangnya dari Madinah, selain mengajar ia juga masih belajar lagi dengan
guru-guru Beliau seperti Ustadz Qaimudin Abdullah, KH Asrori, Habib Husein bin
Abdullah bin Muhammad Assegaf dan lain-lain. Dalam menuntut ilmu ia merasa
kurang dan terus ingin menuntut ilmu. Ia teringat pesan sabda Rasulullah Saw
dimana beliau berdoa dengan sangat terkenal, ”Robbi zidni ‘ilma, warzuqni
fahmah (Ya Allah tambahkanlah ilmu dan rizki hamba).
EmoticonEmoticon