14 WANITA YANG TIDAK LAYAK DINIKAHI YANG WAJIB KITA KETAHUI



Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukan semua wanita bisa dijadikan seorang istri, bahkan ada wanita yang haram dijadikan istri bagi seorang muslim, dan jika menikahinya maka tak sah nikahnya dan setiap berhubungan dianggap berzina.

Adapun mereka adalah yang disebutkan di bawah ini secara terperinci:

1.     Wanita yang sudah bersuami dan statusnya masih menjadi istri dari suami tersebut.

2.     Wanita yang sedang menjalankan iddah, baik iddah karena ditinggal mati suaminya atau diceraikan atau iddahnya orang yang menyetubuhi karena syubhat.

3.     Wanita yang murtad atau keluar dari agama Is­lam, baik dengan perkataan, perbuatan atau dengan hanya berniat, sampai dia kembali ke agama Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

4.     Wanita kafir, selain wanita Nasrani dan Yahudi baik Budha, Hindu, Konghucu dan lain-lain. Adapun wanita Nasrani dan Yahudi maka boleh dinikahi seorang muslim dengan syarat-syarat yang akan disebutkan pada bahasan yang akan datang.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَلاَ تَنْكِحُوْا الْمُشْرِكَاتُ حَتَّى يُؤْمِنَّ (البقرة : 221)

Dan janganlah menikahi wanita musyrik sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah, 221)

5.     Wanita yang menjadi mahramnya dari nasab (tali persaudaraan)
Sebagaimana firan Allah SWT yang artinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perem-puan,saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan”.(Q.S. An Nisa’:23)

Seperti ibu, nenek, saudara perempuan dan lain-lain.

6.     Wanita yang menjadi mahram karena rodlo’ (sesusuan). Sebagaimana firman Allah SWT;

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :

Ibu-ibumu yang menyusui kamu, dan saudara perem­puan sepersusuan.(Q.S. An Nisa’:23)

7.     Wanita yang mahram karena mushaharah (periparan). Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :

Ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dart istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan kamu sudah ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu) dan menghimpunkan (dalam perkawainan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali jika telah terjadi di masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. An Nisa’:23)

Seperti ibu mertua dan lain-lain.

8.     Setiap wanita yang akan menjadi istri kelima sebelum menceraikan salah satunya. Karena seorang muslim tidak boleh menikahi lebih dari empat istri. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :

Dan kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berbuat adil, maka (kawinlah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya(An Nisa:3).

9.     Wanita yang menjadi bibi istrinya atau saudarinya selama istrinya belum diceraikan atau meninggal dunia. Maka tidak boleh menikahi saudara perempuannya atau bibinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :

Dan(diharamkan bagimu) menghim punkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali jika telah terjadi di masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(An Nisa: 23)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

لاَ تَنْكِحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيْهَا وَلاَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلاَ الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا وَلاَ الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلاَ الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى (رواه أبو داود)

Tidak boleh disatukan dalam satu penikahan antara seorang wanita, dengan Bibi saudari ayah. Dan juga antara bibi tersebut dengan keponakannya (anak saudaranya), tidak juga antara bibi saudari ibu dan antara bibi tersebut dengan keponakannya (anak saudaranya). Dan antara dua wanita baik kecil maupun yang besar.(H.R. Abu Daud)

10.    Wanita yang bekas istrinya yang pernah diceraikan dengan talaq tiga, karena jika terjadinya demikian tidak boleh mengawininya lagi sampai dia kawin dengan orang lain. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidituna Aisyah radliallahu ‘anha.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا أَنَّ مْرَأَة رِفَاعَة الْقُرَظِي جَاءَتْ إِلَى النَّبِي  فَقَالَتكُنْتُ عِندَ رِفَاعَةَ فَطَلَّقَنِي فَبَتَّ طَلاَقِيْ فَتَزَوَّجْتُ بَعْدَهُ عَبْدَ الرَّحْمنِ بْنِ زُبَيْر وَإِنَّ مَا مَعَهُ مِثلُ هُذْبَةِ الثَّوْبفَقَالَ  “أَتُرِيْدِيْنَ أَنْ تَرْجِعِيْ إِلَى رِفَاعَة ؟ لاَ حَتَّى تَذُوْقِي عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوْقِ عُسَيْلَتَكَ (رواه مسلم)

Dari sayidah Aisyah Ra, datang bekas istri Rifaah Al-Qurtubi kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, seraya berkata Wahai Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, aku dulu adalah istri dari Rifaah, kemudian dia menceraikanku tiga kali ceraian, setelah itu kawin dengan Abdurrahman bin Zabir sedangkan dia bagai baju yang layu (seorang yang tidak mampu melaksanakan jima’), lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata apakah kamu ingin kembali kepada Rifaah?. Tidak, sampai kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu (berhubungan badan).(H.R. Muslim)

11.    Wanita yang sedang menjalankan ihram baik de­ngan haji atau umrah berdasarkan hadits Rasulul­lah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِم وَلَا يُنْكِحُ (رواه مسلم)

Seorang yang sedang menjalankan ihram tidak boleh dikawinkan atau mengawinkan.(H.R. Muslim)

12.    Wanita itu pernah dili’an, yaitu perempuan yang dituduh berselingkuh oleh suaminya tanpa bukti dan si istri membantah tuduhannya. Maka jalan keluarnya adalah si suami bersumpah empat kali bahwa dia orang yang benar ditambah pada sumpah yang kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia berbohong, begitu pula istri bersumpah lima kali bahwa suaminya dusta dalam tuduhannya, ditambah pada sumpah yang kelima bahwa marah Allah akan menimpanya jika dia benar dengan tuduhannya.

Dan jika hal ini terjadi maka keduanya harus dipisah selamanya, tidak boleh kembali lagi sebagai suami istri. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

اَلْمُتَلاَعِنَانِ لاَ يَجْتَمِعَانِ أَبَدًا (رواه الدار قطنِي والبيهقي)

Dua orang yang saling lian tidak boleh berkumpul selamanya.(H.R. Dar Quthni-Baihaqi)

13.    Wanita yang hilang keperawanannya dan dia masih belum baligh, maka tidak boleh dinikahi sampai dia baligh, karena jika dia sudah tidak perawan, maka keabsahan nikahnya tergantung kepada izinnya sedangkan izinnya tidak sah sampai dia baligh karena izinnya seorang anak tidak dianggap.

14.    Wanita yatim yang ditinggal mati ayah dan kakeknya tidak boleh dinikahi sampai baligh, karena yang boleh menikahkan seorang wanita yang ma­sih belum baligh hanya ayah atau kakek, sedangkan mereka berdua sudah tidak ada oleh karenanya tidak ada yang boleh menikahkannya sampai dia baligh



EmoticonEmoticon