Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukan semua
wanita bisa dijadikan seorang istri, bahkan ada wanita yang haram dijadikan
istri bagi seorang muslim, dan jika menikahinya maka tak sah nikahnya dan
setiap berhubungan dianggap berzina.
Adapun mereka adalah yang disebutkan di bawah ini
secara terperinci:
1.
Wanita yang sudah bersuami dan statusnya masih menjadi istri dari suami
tersebut.
2.
Wanita yang sedang menjalankan iddah, baik iddah karena ditinggal mati
suaminya atau diceraikan atau iddahnya orang yang menyetubuhi karena syubhat.
3.
Wanita yang murtad atau keluar dari agama Islam, baik dengan perkataan,
perbuatan atau dengan hanya berniat, sampai dia kembali ke agama Islam dengan
mengucapkan dua kalimat syahadat.
4.
Wanita kafir, selain wanita Nasrani dan Yahudi baik Budha, Hindu, Konghucu
dan lain-lain. Adapun wanita Nasrani dan Yahudi maka boleh dinikahi seorang
muslim dengan syarat-syarat yang akan disebutkan pada bahasan yang akan datang.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَلاَ تَنْكِحُوْا الْمُشْرِكَاتُ حَتَّى يُؤْمِنَّ (البقرة : 221)
Dan janganlah menikahi
wanita musyrik sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah, 221)
5.
Wanita yang menjadi mahramnya dari nasab (tali persaudaraan)
Sebagaimana firan Allah
SWT yang artinya : “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu
yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perem-puan,saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan”.(Q.S. An Nisa’:23)
Seperti ibu, nenek, saudara perempuan dan lain-lain.
6.
Wanita yang menjadi mahram karena rodlo’ (sesusuan). Sebagaimana firman
Allah SWT;
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
Ibu-ibumu yang menyusui
kamu, dan saudara perempuan sepersusuan.(Q.S. An Nisa’:23)
7.
Wanita yang mahram karena mushaharah (periparan).
Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
Ibu-ibu istrimu
(mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dart istri yang telah
kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan kamu sudah
ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu) dan menghimpunkan (dalam perkawainan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali jika telah terjadi di masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. An
Nisa’:23)
Seperti ibu mertua dan lain-lain.
8.
Setiap wanita yang akan menjadi istri kelima sebelum menceraikan salah
satunya. Karena seorang muslim tidak boleh menikahi lebih dari empat istri.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
Dan kawinilah
wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu takut
tidak dapat berbuat adil, maka (kawinlah) seorang saja atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya(An
Nisa:3).
9.
Wanita yang menjadi bibi istrinya atau saudarinya selama istrinya belum
diceraikan atau meninggal dunia. Maka tidak boleh menikahi saudara perempuannya
atau bibinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:
Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
Dan(diharamkan bagimu)
menghim punkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali jika
telah terjadi di masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.(An Nisa: 23)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
لاَ تَنْكِحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلاَ الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيْهَا وَلاَ الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلاَ الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا وَلاَ الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلاَ الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى (رواه أبو داود)
Tidak boleh disatukan
dalam satu penikahan antara seorang wanita, dengan Bibi saudari ayah. Dan juga
antara bibi tersebut dengan keponakannya (anak saudaranya), tidak juga antara
bibi saudari ibu dan antara bibi tersebut dengan keponakannya (anak
saudaranya). Dan antara dua wanita baik kecil maupun yang besar.(H.R. Abu Daud)
10. Wanita yang
bekas istrinya yang pernah diceraikan dengan talaq tiga, karena jika terjadinya
demikian tidak boleh mengawininya lagi sampai dia kawin dengan orang lain.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidituna Aisyah radliallahu ‘anha.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا أَنَّ مْرَأَة رِفَاعَة الْقُرَظِي جَاءَتْ إِلَى النَّبِي فَقَالَت “كُنْتُ عِندَ رِفَاعَةَ فَطَلَّقَنِي فَبَتَّ طَلاَقِيْ فَتَزَوَّجْتُ بَعْدَهُ عَبْدَ الرَّحْمنِ بْنِ زُبَيْر وَإِنَّ مَا مَعَهُ مِثلُ هُذْبَةِ الثَّوْب” فَقَالَ “أَتُرِيْدِيْنَ أَنْ تَرْجِعِيْ إِلَى رِفَاعَة ؟ لاَ حَتَّى تَذُوْقِي عُسَيْلَتَهُ وَيَذُوْقِ عُسَيْلَتَكَ (رواه مسلم)
Dari sayidah Aisyah Ra,
datang bekas istri Rifaah Al-Qurtubi kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, seraya berkata Wahai Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, aku dulu
adalah istri dari Rifaah, kemudian dia menceraikanku tiga kali ceraian, setelah
itu kawin dengan Abdurrahman bin Zabir sedangkan dia bagai baju yang layu
(seorang yang tidak mampu melaksanakan jima’), lalu Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam berkata apakah kamu ingin kembali kepada Rifaah?. Tidak,
sampai kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu (berhubungan
badan).(H.R. Muslim)
11. Wanita yang
sedang menjalankan ihram baik dengan haji atau umrah berdasarkan hadits
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
لاَ يَنْكِحُ الْمُحْرِم وَلَا يُنْكِحُ (رواه مسلم)
Seorang yang sedang
menjalankan ihram tidak boleh dikawinkan atau mengawinkan.(H.R. Muslim)
12. Wanita itu
pernah dili’an, yaitu perempuan yang dituduh berselingkuh oleh suaminya tanpa
bukti dan si istri membantah tuduhannya. Maka jalan keluarnya adalah si suami
bersumpah empat kali bahwa dia orang yang benar ditambah pada sumpah yang
kelima bahwa laknat Allah akan menimpanya jika dia berbohong, begitu pula istri
bersumpah lima kali bahwa suaminya dusta dalam tuduhannya, ditambah pada sumpah
yang kelima bahwa marah Allah akan menimpanya jika dia benar dengan tuduhannya.
Dan jika hal ini terjadi maka keduanya harus dipisah selamanya, tidak boleh
kembali lagi sebagai suami istri. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam,
اَلْمُتَلاَعِنَانِ لاَ يَجْتَمِعَانِ أَبَدًا (رواه الدار قطنِي والبيهقي)
Dua orang yang saling
lian tidak boleh berkumpul selamanya.(H.R. Dar Quthni-Baihaqi)
13. Wanita yang
hilang keperawanannya dan dia masih belum baligh, maka tidak boleh dinikahi
sampai dia baligh, karena jika dia sudah tidak perawan, maka keabsahan nikahnya
tergantung kepada izinnya sedangkan izinnya tidak sah sampai dia baligh karena
izinnya seorang anak tidak dianggap.
14. Wanita
yatim yang ditinggal mati ayah dan kakeknya tidak boleh dinikahi sampai baligh,
karena yang boleh menikahkan seorang wanita yang masih belum baligh hanya ayah
atau kakek, sedangkan mereka berdua sudah tidak ada oleh karenanya tidak ada
yang boleh menikahkannya sampai dia baligh
EmoticonEmoticon