Berikut ini petikan
wawancara crew Habibluthfiyahya.net dengan Al Habib Luthfi bin Yahya. Dalam
wawancara kali ini Al Habib menjelaskan bagaimana tasuf dapat di aplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
Apa pandangan-pandangan
Al-Habib tentang tasawuf?
Tasawuf adalah pembersih
hati. Dan tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting, bagaimana
kita bisa mengatur diri kita sendiri. Semisal memakai baju dengan tangan kanan
dahulu, lalu melepaskannya dengan tangan kiri.
Bagaimana kita masuk
masjid dengan kaki kanan dahulu. Dan bagaimana membiasakan masuk kamar mandi
dengan kaki kiri dulu dan keluar dengan kaki kanan. Artinya bagaimana kita
mengikuti sunah-sunah Nabi. Itu sudah merupakan bagian dari tasawuf.
Bukankah hal semacam itu
sudah diajarkan orang tua kita sejak kecil?
Para orang tua kita dulu
sebenarnya sudah mengeterapkan tasawuf. Hanya saja hal itu tak dikatakannya
dengan memakai istilah tasawuf. Mereka terbiasa mengikuti tuntunan Rasulullah.
Seperti ketika mereka menerima pemberian dengan tangan kanan, berpakaian dengan
memakai tangan kanan dahulu. Mereka memang tak mengatakan, bahwa itu merupakan
tuntunan Nabi SAW.
Tapi mereka mengajarkan
untuk langsung diterapkannya. Kini kita tahu kalau yang diajarkannya itu adalah
merupakan tuntunan Nabi. Itu adalah tasawuf. Sebab tasawuf itu tak pernah
terlepas dari nilai-nilai akhlaqul karimah. Sumber tasawuf itu adalah adab.
Bagaimana adab kita terhadap kedua orang tua, bagaimana adab pergaulan kita
dengan teman sebaya, bagaimana adab kita dengan adik-adik atau anak-anak kita.
Bagaimana adab kita terhadap lingkungan kita.
Termasuk ucapan kita
dalam mendidik orang-orang yang ada di bawah kita. Kepada anak-anak kita yang
aqil baligh, kita harus bener-bener menjaganya agar jangan sampai mengeluarkan
ucapan yang kurang tepat kepada mereka. Sebab ucapan itu yang diterima dan akan
hidup di jawa anak-anak kita.
Bagaimana sikap kita berada di tengah-tengah
lingkungan masyarakat yang sudah carut maut?
Mampukah ketika kita berhadapan dengan lingkungan yang demikian itu? Ketika kita asik-asiknya bergurau, maka berhentilah sejenak. Kita koreksi apakah ada sesuatu yang kurang pantas? Agar hal yang demikian itu tak dicontoh atau ditiru oleh anak-anak kita. Itu sudah merupakan tasawuf. Jadi dalam rangka pembersihan hati, bisa dimulai dari hal-hal kecil semacam itu.
Lalu kita tingkatkan
dengan tutur sikap kita terhadap orang tua. Ketika kita makan bersama orang
tua. Janganlah kita menyantap lebih dahulu sebelum bapak-ibu kita memulai dulu.
Janganlah kita mencuci tangan dahulu sebelum kedua orang tua kita mencuci
tangannya. Makanlah dengan memakai tangan kanan. Dan jangan sampai tangan kiri
turut campur kecuali itu dalam kondisi darurat. Sebab Rasulullah tak pernah
makan dengan kedua tangannya sekaligus. Ini sudah tasawuf.
BACA JUGA:
Apa yang sebenarnya menarik
dari Al-Habib, sehingga begitu getol menekuni dunia tasawuf?
Yang menarik, karena tasawuf itu mengajarkan pembersihan hati. Saya ingin mempunyai hati yang sangat bersih. Jadi tak sekedar bersih tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karna setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada kita. Itu karena fadhalnya Allah SWT.
Sehingga kita tidak lagi
mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola
pikir dan lebih-lebih lagi di hati. Sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni
untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu
menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan
sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah.
Ibarat besi, hati kita
itu sebenarnya putih bersih. Hanya karena karatan yang bertumpuk-tumpuk
lantaran tak pernah kita bersihkan, sehingga cahaya hati itu tertutup oleh
tebalnya karat tadi. Na’udzubillah kalau sampai hati kita seperti itu.
Lantas dari mana kita mesti
memulai untuk pembersihan hati tersebut?
Ikutlah dahulu ajaran
fiqih yang tertera dalam kitab-kitab fiqh. Seperti arkanus shalat (rukun-syarat
sholat), lalu adabut shalat, adabut thaharah dan seterusnya. Marilah itu semua
kita pelajari dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Ketika kita diundang
untuk menghadiri acara walimah di sebuah gedung misalnya, maka kenakanlah
pakaian yang bagus-bagus.
Sebab itu demi menghormat
dan untuk menyaksikan kehalalan kedua mempelai di pelaminan. Untuk menghormati
acara tersebut, kita menggunakan pakaian yang rapi. Sebab pada hakikatnya, kita
telah menghormati Allah SWT yang telah menghalalkan hal tersebut.
Kita juga menghormati
yang telah mengundang kita, serta menghormati sesama kita dalam gedung atau
dalam jamuan tersebut. Kalau kita bisa menyaksikan aqdun nikah (akad nikah)
secara demikian, mengapa kalau kita menghadap langsung kepada Allah SWT, tidak
pernah melakukan penghormatan yang demikian itu?
BACA JUGA:
Sumber: Pustaka Pejaten
EmoticonEmoticon