Bertawakkal ataupun berpasrah diri kepada Allah SWT serta menyerahkan semua urusan kita kepada-Nya adalah solusi untuk menghilangkan segala macam keraguan, ketakutan, dan kegalauan hati hidup di dunia.
Karena
barang siapa yang bertawakkal kepada Allah pasti Allah SWT akan
mencukupinya, Allah SWT akan melindunginya, Allah SWT akan memudahkan segala
urusannya, bahkan Allah SWT yang akan mengurusnya langsung apapun yang menjadi
urusannya.
Sebagaimana
Allah SWT berfirman:
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُ ۥۤۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَـٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىۡءٍ۬ قَدۡرً۬ا (الطلاق: ٣
Dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah SWT niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. (Q.S. At-Tholaq: 3)
Sifat
tawakkal termasuk buah dari baiknya sifat tauhid seseorang dan kekokohannya
dalam hati serta mencengkramnya di dalam jiwa, sebagaimana Allah SWT berfirman
:
رَّبُّ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ فَٱتَّخِذۡهُ وَكِيلاً۬ (المزمل: ٩
(Dia-lah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. (Q.S.
Al-Muzammil: 9)
Allah
SWT didalam ayat tersebut telah memulai dengan menetapkan bahwasanya tidak ada
tuhan selain Allah SWT, Tuhan timur dan Tuhan barat.
Kemudian
menetapkan ke-Esaan-Nya tanpa ada sekutu, lalu memerintahkan kita untuk
bertawakkal kepada-Nya.
Itulah perintah Allah SWT kepada seluruh
hamba-Nya, yaitu untuk selalu bertawakkal dan berpasrah diri kepada-Nya
sebagaimana Allah SWT berfirman dalam ayat yang lainnya:
وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ (المجادلة: ١٠)
Kepada Allah SWT-lah hendaknya orang-orang yang beriman
bertawakkal. (Q.S. Al-Mujadalah: 10)
Nabi juga
pernah bersabda di dalam haditsnya yang berbunyi:
عن عمر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لَو أَنَّكُم تَتَوَكَّلُونَ عَلَى الله حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُم كَمَا يَرزُقُ الطَّيرَ، تَغدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا.
(رواه الترمذي
Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah SWT dan berpasrah diri
kepada-Nya dengan sebaik-baiknya tawakkal, maka pasti Allah SWT akan memberikan
rizki kepada kalian sebagaimana Allah SWT memberikan rizki kepada
burung-burungan, dimana mereka pergi dari sarangnya dalam keadaan lapar,
kemudian pulang dan kembali ke sarangnya dalam keadaan kenyang. (H.R. Turmudzi)
Dan
ketahuilah bahwasanya asal mula tawakkal bermula daripada pengetahuan seseorang
bahwa semua urusan sebenarnya berada di tangan Allah SWT. Tidak ada yang dapat
memberi manfaat dan tidak ada pula yang dapat memberikan bahaya, apapun yang
menyenangkan dan apapun yang menyedihkan, kecuali semuanya itu berasal dan
bermuara kepada Allah SWT.
Dan
seluruh makhluk kalau seandainya mereka berkumpul dan bersatu padu, baik
manusianya maupun jinnya untuk memberikan kemanfaatan kepada seseorang, maka
tidak mungkin mereka akan melaksanakannya, kecuali dengan sesuatu ketetapan
yang telah Allah SWT tetapkan kepadanya.
Dan
tidak mungkin mereka juga untuk memberikan suatu marabahaya kepada seorang
manusia pun, kecuali jika Allah SWT telah menetapkannya.
Dan
perlu diketahui bahwa syarat sahnya tawakkal kita
adalah kita tidak bermaksiat karenanya dan menjauhi segala hal yang dilarangnya
serta selalu melazimi apapun yang diperintahnya dengan bersandar kepada Allah
SWT dalam semua itu dan memohon bantuan serta pertolongan-Nya dengan selalu
meminta taufik dan hidayah-Nya.
Yang
demikian itu, tidak sampai mengeluarkan kita untuk tidak mencari sebab daripada
sebab-sebab kasab atau mencari penghidupan atau bekerja mencari
nafkah, karena mencari nafkah juga diperintahkan Allah SWT guna menjemput rizki
yang telah disediakan untuknya.
Memang
benar jika seseorang telah baik dan mantap tawakkalnya, maka akan lemah
keinginannya untuk masuk ke dalam asbab ad-dunya.
Adapun maqom tajrid yaitu melepaskan diri dari sebab-sebab untuk
mencari nafkah adalah sebuah anugerah yang akan Allah SWT berikan setelah kita
melalui maqom sabab.
Hal
itu bukan sesuatu yang diusahakan dan diupayakan, tapi itu merupakan sebuah
anugerah yang datangnya otomatis daripada Allah SWT ketika seorang manusia
telah sampai kepada batas-batas maqom tertentu, karena mencari nafkah untuk
diri dan keluarga adalah termasuk kewajiban seorang manusia sebagaimana
Nabi telah bersabda:
عن عبدِ اللهِ بنِ عمرو رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: كَفَي بِالمرْءِ إِثْماً أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يقُوتُ. رواه أبو داود
Cukup seseorang dianggap berdosa jika dia melalaikan dan
mengabaikan nafkah orang-orang yang ditanggungnya. (H.R. Abu Dawud)
Begitu
pula menyimpan harta untuk esok hari ataupun masa yang akan datang dan
berobat dari segala macam penyakit yang diderita, sama sekali tidak merusak
sifat tawakkal dan bertolak belakang dengannya, karena seseorang yang
bertawakkal itu sangat mengetahui bahwasanya yang membuat seseorang itu kaya,
yang memberikan manfaat dan bahaya hanyalah Allah .
Nabi sendiri
tidak pernah menyimpan harta untuk dirinya, apalagi sesuatu yang disimpannya
untuk esok hari.
Dan
ketika Nabi telah menyimpan sebagian hartanya untuk keluarganya dan yang
demikian itu untuk menjelaskan kepada kita bahwasanya itu adalah hal yang
lumrah dan diperbolehkan dalam agama.
Adapun
Nabi menjawab: ditanya tentang siapakah 70.000
umatnya yang akan masuk syurga tanpa hisab, maka Nabi bersabda:
قال النبي صلى الله عليه وسلم: هُم الَّذِينَ لَا يَستَرِقُونَ وَلَا يَكتَوُونَ وَلَا يَتَطَيَّرون وَعَلَى رَبِّهِم يَتَوَكَّلُون. رواه البخاري
Mereka adalah orang-orang yang tidak datang kepada dukun, mereka
yang tidak ber-ikhtiyar ketika sakit dengan kayy, dan mereka tidak percaya
dengan mitos. Dan kepada Allah SWT mereka bertawakkal dan berpasrah diri. (H.R.
Bukhori)
Sumber: alhabibsegafbaharun.com
EmoticonEmoticon