Debat Kusir Tentang
Ayam
Melihat ayam betinanya bertelur, Baginda
tersenyum. Beliau memanggil pengawal agar mengumumkan kepada rakyat bahwa
kerajaan mengadakan sayembara untuk umum. Sayembara itu berupa pertanyaan yang
mudah tetapi memerlukan jawaban yang tepat dan masuk akal. Barangsiapa yang
bisa menjawab pertanyaan itu akan mendapat imbalan yang amat menggiurkan. Satu
pundi penuh uang emas. Tetapi bila tidak bisa menjawab maka hukuman yang
menjadi akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin mengikuti
sayembara itu terutama orang-orang miskin. Beberapa dari mereka sampai
meneteskan air liur. Mengingat beratnya hukuman yang akan dijatuhkan maka tak
mengherankan bila pesertanya hanya empat orang. Dan salah satu dari para
peserta yang amat sedikit itu adalah Abu Nawas.
Aturan main sayembara itu ada dua. Pertama,
jawaban harus masuk akal. Kedua, peserta harus mampu menjawab sanggahan dari
Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan para
peserta sudah siap di depan panggung. Baginda duduk di atas panggung. Beliau
memanggil peserta pertama. Peserta pertama maju dengan tubuh gemetar. Baginda
bertanya,
"Manakah yang lebih dahulu, telur
atau ayam?" "Telur." jawab peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya
Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak
mungkin karena ayam berasal dari telur." kata peserta pertama menjelaskan.
"Kalau begitu siapa yang mengerami
telur itu?" sanggah Baginda. .
Peserta
pertama pucat pasi. Wajahnya mendadak berubah putih seperti kertas. la tidak
bisa menjawab. Tanpa ampun ia dimasukkan ke dalam penjara.
Kemudian peserta kedua maju. la berkata,
"Paduka yang mulia, sebenarnya
telur dan ayam tercipta dalam waktu yang bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?"
tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak
mungkin karena ayam berasal dari telur. Bila teiur lebih dahulu itu juga tidak
mungkin karena telur tidak bisa menetas tanpa dierami." kata peserta kedua
dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa bertelur
tanpa ayam jantan?" sanggah Baginda memojokkan. Peserta kedua bjngung. la
pun dijebloskan ke dalam penjara.
Lalu giliran peserta ketiga. la berkata;
"Tuanku yang mulia, sebenarnya ayam
tercipta lebih dahulu daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata
Baginda.
"Menurut hamba, yang pertama
tercipta adalah ayam betina." kata peserta ketiga meyakinkan.
"Lalu bagaimana ayam betina bisa
beranak-pinak seperti sekarang. Sedangkan ayam jantan tidak ada." kata
Baginda memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa ayam
jantan. Telur dierami sendiri. Lalu menetas dan menurunkan anak ayam jantan.
Kemudian menjadi ayam jantan dewasa dan mengawini induknya sendiri."
peserta ketiga berusaha menjelaskan.
"Bagaimana bila ayam betina mati
sebelum ayam jantan yang sudah dewasa sempat mengawininya?"
Peserta ketiga pun tidak bisa menjawab
sanggahan Baginda. la pun dimasukkan ke penjara.
Kini tiba giliran Abu Nawas. la berkata,
"Yang pasti adalah telur dulu, baru ayam."
"Coba terangkan secara logis."
kata Baginda ingin tahu "Ayam bisa mengenal telur, sebaliknya telur tidak
mengenal ayam." kata Abu Nawas singkat.
Agak
lama Baginda Raja merenung. Kali ini Baginda tidak nyanggah alasan Abu Nawas.
Mengecoh Monyet
Abu Nawas sedang berjalan-jalan santai.
Ada kerumunan masa. Abu Nawas bertanya kepada seorang kawan yang kebetulan
berjumpa di tengah jalan.
"Ada kerumunan apa di sana?"
tanya Abu Nawas.
"Pertunjukkan keliling yang
melibatkan monyet ajaib."
"Apa maksudmu dengan monyet
ajaib?" kata Abu Nawas ingin tahu.
"Monyet yang bisa mengerti bahasa
manusia, dan yang lebih menakjubkan adalah monyet itu hanya mau tunduk kepada
pemiliknya saja." kata kawan Abu Nawas menambahkan.
Abu
Nawas makin tertarik. la tidak tahan untuk menyaksikan kecerdikan dan keajaiban
binatang raksasa itu.
Kini Abu Nawas sudah berada di tengah
kerumunan para penonton. Karena begitu banyak penonton yang menyaksikan
pertunjukkan itu, sang pemilik monyet dengan bangga menawarkan hadiah yang
cukup besar bagi siapa saja yang sanggup membuat monyet itu mengangguk-angguk.
Tidak heran bila banyak diantara para
penonton mencoba maju satu persatu. Mereka berupaya dengan beragam cara untuk
membuat monyet itu mengangguk-angguk, tetapi sia-sia. Monyet itu tetap
menggeleng-gelengkan kepala.
Melihat kegigihan monyet itu Abu Nawas
semakin penasaran. Hingga ia maju untuk mencoba. Setelah berhadapan dengan
binatang itu Abu Nawas bertanya,
"Tahukah engkau siapa aku?"
Monyet itu menggeleng.
"Apakah engkau tidak takut
kepadaku?" tanya Abu Nawas lagi. Namun monyet itu tetap menggeleng.
"Apakah engkau takut kepada
tuanmu?" tanya Abu Nawas memancing. Monyet itu mulai ragu.
"Bila engkau tetap diam maka akan
aku laporkan kepada tuanmu." lanjut Abu Nawas mulai mengancam. Akhirnya
monyet itu terpaksa mengangguk-angguk.
Atas keberhasilan Abu Nawas membuat
monyet itu mengangguk-angguk maka ia mendapat hadiah berupa uang yang banyak.
Bukan main marah pemilik monyet itu hingga ia memukuli binatang yang malang
itu. Pemilik monyet itu malu bukan kepalang. Hari berikutnya ia ingin menebus
kekalahannya. Kali ini ia melatih monyetnya mengangguk-angguk.
Bahkan
ia mengancam akan menghukum berat monyetnya bila sampai bisa dipancing penonton
mengangguk-angguk terutama oleh Abu Nawas. Tak peduli apapun pertanyaan yang
diajukan.
Saat-saat yang dinantikan tiba. Kini
para penonton yang ingin mencoba, harus sanggup membuat monyet itu
menggeleng-gelengkan kepala. Maka seperti hari sebelumnya, banyak para penonton
tidak sanggup memaksa monyet itu menggeleng-gelengkan kepala. Setelah tidak ada
lagi yang ingin mencobanya, Abu Nawas maju. la mengulang pertanyaan yang sama.
"Tahukah engkau siapa daku?"
Monyet itu mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut
kepadaku?" Monyet itu tetap mengangguk.
"Apakah engkau tidak takut kepada
tuanmu?" pancing Abu Nawas. Monyet itu tetap mengangguk karena binatang
itu lebih takut terhadap ancaman tuannya daripada Abu Nawas.
Akhirnya Abu Nawas mengeluarkan
bungkusan kecil berisi balsam panas.
"Tahukah engkau apa guna balsam
ini?" Monyet itu tetap mengangguk .
"Baiklah, bolehkah
kugosokselangkangmu dengan balsam?" Monyet itu mengangguk.
Lalu Abu Nawas menggosok selangkang
binatang itu. Tentu saja monyet itu merasa agak kepanasan dan mulai-panik.
Kemudian Abu Nawas mengeluarkan
bungkusan yang cukup besar. Bungkusan itu juga berisi balsam.
"Maukah
engkau bila balsam ini kuhabiskan untuk menggosok selangkangmu?" Abu Nawas
mulai mengancam. Monyet itu mulai ketakutan. Dan rupanya ia lupa ancaman
tuannya sehingga ia terpaksa menggeleng-gelengkan kepala sambil mundur beberapa
langkah.
Abu Nawas dengan kecerdikan dan akalnya
yang licin mampu memenangkan sayembara meruntuhkan kegigihan monyet yang
dianggap cerdik.
Ah,
jangankan seekor monyet, manusia paling pandai saja bisa dikecoh Abu Nawas!
EmoticonEmoticon