NASEHAT MAULANA AL HABIB MUHAMMAD LUTHFI: ADAB ZIARAH RASULULLAH, WALI, GURU DAN MURSYID

adab maulana HabiB Luthfi

Kalau membicarakan NU, tidak lepas dari Gus Dur, KH. Wahid Hasyim dan Hadrotush syaikh Kyai Hasyim Asy’ari. Beliau beliau ini adalah orang orang mulia yang sukanya memuliakan orang lain. Suatu ketika Kyai Hasyim Asy’ari sedang melakukan perjalanan dari jawa bagian barat ke arah jawa timur, beliau singgah di Tegal dan mengunjungi koleganya yaitu Kyai Ubaidillah Pegiren (Kyai Ubed). 
Sebagaimana dua alim bertemu, beliau berdua sholat bersama, dzikir bersama, makan dan berdiskusi. Hingga tiba saatnya, Kyai Hasyim berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya.”saya ucapkan banyak terimakasih yai, saya disini sudah cukup istirahat” kata Kyai Hasyim “saya juga berterimakasih,yai berkenan singgah di gubug saya” jawab Kyai Ubed.
 “oiya kyai, maaf ada yang hendak saya tanyakan. bagaimana hukum warisnya jika si fulan meninggal sedang dia punya anak a,b,c,d,e lalu si anak yang b ini meninggal sedangkan waris belum dibagi. Menurut Imam Nawawi begini, sedang Ibnu Hajar al-Asqolani begitu, mana yang lebih tepat untuk di terapkan? tanya Kyai Hasyim.
”nyuwun maaf yai, apakah pertanyaan tadi sudah diniatkan untuk ditanyakan kepada saya sejak dari Jombang?” jawab kyai ubed. 
“maaf,belum yai” ujar Kyai Hasyim. 
“monggo saya persilakan yai meneruskan perjalanan.dan meniatkan pertanyaan tadi sejak dari Jombang. Insya Allah jawabannya maslahat yai” jawab Kyai Ubed lagi. 
“nggih,Insya Allah yai” ujar Kyai Hasyim.
Demikian luar biasa adab mbah Kyai Hasyim Asy’ari ini, beliau seorang yang sudah dikenal sangat luas memiliki derajat tinggi tetapi tidak meletakkan dirinya lebih tinggi dari orang lain-kyai lain, tidak membantah, tidak berargumen dengan Kyai Ubed, inilah sikap tawadlu yang mesti kita contoh dan mengajari kita bagaimana adab untuk bertanya atau memiliki "niat" kepada seorang Guru. Harus diniati dari rumah. 

KISAH MAULANA HABIB LUHTFI
Hal ini pun pernah dialami oleh guru kita Abah Mawlana al-Habib Luthfi bin Ali bin Yahya, Pekalongan. ketika itu Beliau berniat untuk urusan dagangan ke Bandung dari Pekalongan, di perjalanan terlintas untuk "mampir" ke gurunya, seorang Waliyullah, Sulthanul Awliya al-Habib Ahmad bin Ismail bin Yahya, Arjawinangun, Cirebon. karena perjalanannya memang melewati kediaman beliau.

BACA JUGA:

ketika tiba Beliau disambut oleh sang Guru, dan langsung ketika duduk al-Habib Ahmad berkata, "teruskan saja dulu urusanmu nak, kalau mau kesini, pulang dulu niat dari rumah baru kesini." Abah al-Habib Luthfi langsung 'paham' kemana arah pembicaraan gurunya, al-Habib Ahmad bin Yahya. akhirnya langsung pamit dan menyelesaikan urusannya terlebih dahulu. kalimat 'mampir' menjadi catatan khusus, terutama urusan kepada guru, maupun ziarah para Wali. jadikan beliau-beliau itu terhormat dan muliakan, jika ingin mulia.
Beliau pun melanjutkan nasehatnya, seperti zaman sekarang orang kebanyakan mau umrah ziarah ke Madinah menjadi banyak yang kurang 'manfaat'-nya, dan juga akhirnya jarang di 'temui' Kanjeng Nabi, hal ini tiada lain karena kurangnya 'adab', kalau mau umrah lebih baik langsung umrah datang dulu ziarah ke Rasulullah trus ke Mekkah untuk Umrah baru silahkan mau ziarah-ziarah ke tempat lain, ke Turki, ke Syam, ke Mesir atau ke Hadhramaut. Jangan jadikan 'mampir' ke Rasulullah, jadikan Beliau tujuan utama, sehingga kamu akan mendapatkan keutamaan.

Jangan Lupa share ya

BACA JUGA:


Sumber: Pustaka Pejaten


EmoticonEmoticon