Penting bagi kita
memahami bagaimana dengan aurat wanita utamanya ketika berobat. Dalam kondisi
tidak darurat, ini sangatlah penting.
Yuk kenali bagaimana
aurat wanita di hadapan dokter pria? Dan bagaimana solusinya?
Definisi Aurat
Sebagai kata, aurat bermakna suatu
kekurangan. Dinamakan demikian karena, jika seorang wanita terbuka auratnya,
akan tampaklah kekurangannya.
Sedangkan menurut arti syar’i, aurat adalah yang
wajib ditutup dan haram untuk dilihat.
Aurat bagi wanita berbeda dengan aurat pria.
Batasan aurat pria lebih longgar. Aurat pria dalam pandangan wanita adalah
antara pusar dan lutut. Selain itu bukanlah aurat.
Sedangkan aurat wanita dalam pandangan
pria ajnabi atau
yang bukan mahramnya adalah semua badannya kecuali wajah dan tangan.
Di antara hikmah dari ketentuan tersebut adalah
karena reaksi pandangan pria kepada wanita umumnya berbeda dengan pandangan
wanita terhadap pria.
Umumnya, seorang pria dapat terangsang hanya
dengan satu pandangan terhadap seorang wanita.
Tidak demikian halnya dengan wanita. Wanita pada
umumnya tidak akan terangsang hanya dengan memandang seorang pria. Oleh
karena itu, aurat wanita dalam pandangan pria lebih tertutup.
Zaman sekarang, kita lihat banyak muslimah yang
membuka auratnya, dengan tidak berjilbab. Jangan heran jika kemudian terdapat
banyak perkosaan atau adanya kehidupan seks bebas.
Di antara sebabnya adalah karena para wanita
sendiri yang membuka pintu untuk itu dengan membuka aurat mereka dan tidak
berpakaian sesuai dengan anjuran agama.
Terkadang mereka merasa, pandangan pria terhadap
mereka sama seperti mereka memandang pria, yaitu tidak berakibat timbulnya
rangsangan syahwat. Kemudian dengan santainya mereka berpakaian
layaknya pria.
Mereka lupa, mereka adalah fitnah terbesar bagi
kaum pria, sebagaimana sabda Nabi SAW:
(قال رسول الله صل الله عليه وسلم ما تركت
فتنة اضر على رجال أمتى من النسأ (متفق عليه
“Tidak aku tinggalkan suatu fitnah yang lebih membahayakan kepada kaum pria
umatku lebih dari fitnah berupa wanita” (Muttafaq ‘alaih).
Semoga mereka sadar dan mendapatkan taufiq
seperti yang Anda dapat, yakni agar mereka mau mengenakan jilbab dan bangga
dengannya, agar terhindar dari segala fitnah dan juga terhindar dari ancaman
yang dikatakan Nabi SAW:
Dari sahabat Abdullah bin Umar RA, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda, ‘Akan terjadi pada akhir zaman ummatku para wanitanya dalam
keadaan terbuka pakaiannya, bahkan telanjang di atas kepala mereka (rambut
mereka) layaknya punuk seekor unta. Laknatlah mereka, karena sesungguhnya
mereka benar-benar dilaknat Allah SWT’.” (HR Ahmad).
Aurat-aurat wanita
Aurat bagi para wanita berbeda-beda, tergantung
situasi, tempat, dan terhadap pandangan siapa. Berikut penjelasannya:
- Aurat
wanita terhadap pandangan para wanita muslimah, atau pria yang mahram
dengannya, atau ketika sendirian, adalah antara lutut dan pusarnya. Selain
itu bukanlah aurat.
Meski bukan
aurat, bukan berarti boleh membukanya di depan mereka kecuali kalau diperlukan
atau tidak sengaja terlihat, maka tidak haram melihatnya, karena bukan aurat.
Sedangkan hal
itu menjadi aurat ketika sendirian, karena khawatir ada yang melihatnya
tanpa sepengetahuannya.
Karenanya wajib
atas para wanita, meski sendiri, tetap menutup aurat antara lutut dan pusarnya,
kecuali kalau perlu untuk membukanya seperti ketika mandi, maka boleh
membukanya, karena adanya hajat tersebut.
- Aurat wanita terhadap
pandangan wanita yang fasik dan wanita kafir adalah yang tidak tampak
ketika melakukan pekerjan rumah sehari-hari.
Yang tampak
bukan aurat, dan yang tak tampak adalah aurat. Yang tampak ketika melakukan
pekerjaan sehari-hari adalah kepala dan rambutnya, wajah dan leher, kedua
tangan hingga kedua lengannya, dan kedua kaki hingga kedua lututnya. Selain itu
adalah aurat.
Hikmahnya
adalah agar mereka tidak sama dengan wanita nonmuslim, karena dikhawatirkan
mereka nantinya menceritakan ihwal aurat wanita itu kepada pria.
- Aurat ketika sedang
melaksanakan shalat adalah semua badannya kecuali wajah dan kedua
tangannya, baik bagian luar maupun telapak tangannya.
Sehingga, jika
ketika shalat tampak bagian tertentu selain dari dua hal tersebut, batallah
shalatnya.
- Aurat wanita terhadap
pandangan pria yang bukan mahram, menurut pendapat yang kuat dalam madzhab
Imam Syafi’i RA, adalah semua badannya.
Akan tetapi
dalam madzhab Imam Malik, Abu Hanifah, serta sebagian ulama madzhab Imam
Syafi’i RA, aurat seorang wanita adalah semua badannya kecuali wajah dan kedua
tangan, seperti aurat mereka ketika shalat.
Tetapi pendapat
tersebut didasarkan dengan syarat aman dari fitnah bagi yang memandangnya dan
dengan tanpa menggunakan perhiasan atau menghias wajah.
Adapun jika si
wanita itu dengan membuka wajahnya akan menjadi sasaran penglihatan yang
mengandung syahwat pria, mereka pun sependapat, yaitu harus menutup wajahnya
walaupun dengan bagian jilbabnya.
Kesimpulannya
dalam hal ini, akan lebih baik bagi seorang wanita jika memakai cadar.
Dan kalau tidak
mengenakan cadar dengan bertaqlid kepada para ulama yang membolehkannya,
hendaknya harus mawas diri.
Artinya paling
tidak jika ada pria yang memandangnya hendaknya dia tutup wajahnya walaupun
dengan bagian kerudungnya dan tanpa menghiasi wajahnya serta tanpa perhiasan.
- Aurat wanita terhadap
pandangan suaminya, dalam keadaan apa pun tidak ada aurat baginya.
Seorang suami
boleh melihat bagian mana pun tubuh istrinya, sebagaimana si istri juga
diperbolehkan melihat bagian mana pun badan suaminya.
Hanya saja
sebagian ulama memakruhkan melihat kemaluan suami, begitu pula sebaliknya. Jadi
lebih baik tidak melihatnya.
Berobat ke Dokter Laki-laki
Hukum bagi perempuan berobat kepada dokter
laki-laki adalah, kalau karena darurat, dalam artian tidak terdapat dokter
perempuan yang spesialis dalam bidangnya, penyakit yang dideritanya sangat
mengganggunya, dan dia tidak kuat menahannya, tidak mengapa berobat kepadanya
asalkan didampingi suami atau mahramnya, dan dokter laki-laki itu tidak melihat
auratnya, kecuali sebatas yang diperlukan.
Baca Juga:
Kesimpulannya, agama membolehkan para
wanita untuk berobat ke dokter laki-laki, dengan syarat:
1. Di kota tempat tinggalnya, tak terdapat dokter
perempuan yang spesialis dengan penyakit yang ia derita, baik yang muslimah
maupun yang non-muslimah. Sebab, selama masih ada dokter perempuan, meski
non-muslimah, seorang wanita dilarang berobat kepada dokter pria.
2. Harus didampingi suami atau laki-laki mahramnya,
tidak boleh datang sendirian.
3. Dokter tersebut tidak membuka auratnya kecuali
yang diperlukan saja, selebihnya harus tertutup rapat.
4. Dokter tersebut termasuk seorang yang amanah
atau dapat dipercaya, bukan seorang yang fasik.
Jika memenuhi syarat-syarat di atas, boleh bagi
seorang wanita berobat kepada dokter pria, dan diharamkan jika tidak memenuhi
syarat-syarat tersebut, karena tidak darurat.
Selain itu, juga dibolehkan seorang wanita
dilihat oleh pria yang akan meminangnya misalnya, atau akan memberi kesaksian
di depannya, atau karena bertransaksi dengan pria itu, atau belajar kepadanya.
Tentunya itu semua dengan syarat yang berlaku dalam syari’at.
http://alhabibsegafbaharun.com/2017/02/22/aurat-wanita-di-hadapan-dokter-pria/